Rabu, 05 Agustus 2009

Jumat, 15 Mei 2009

Jenis - jenis Pantai

3601932-Laguna_Beach-Laguna_Beach.jpg


Pantai Datar


siku1.jpg



Pantai Berpasir


Laguna-Beach-Home-House-p1_287371_5077255l.jpg


Pantai Laguna


093a-058-Empy+summer+beach+&+Western+Fjord+headland.jpg


Pantai Fyord


250px-NileDelta-EO.JPG.jpg


Pantai Estuaria

Rabu, 29 April 2009

Ekosistem Laut


Hutan Mangrove

Indonesia merupakan tempat hutan mangrove atau bakau terbaik dan terluas di dunia, yaitu sebesar 4,5 juta hektar dari 18 juta hektar luas hutan mangrove dunia. Ini juga menunjukkan bahwa Indonesia memiliki hampir seperempat hutan mangrove dunia. Selain itu, mangrove juga berguna secara fisik, biologis, dan sosial ekonomi.
Secara Fisik
Tumbuhan bakau bisa menahan abrasi pantai, intrusi air laut, menurunkan gas CO2 di udara, serta menahan air pasang laut ke daerah pesisir pantai.
Secara Biologis
Mampu menghidupi biota laut seperti ikan, kepiting, juga banyak burung.
Secara Sosial Ekonomi
Hutan mangrove bisa dijadikan obyek wisata alam dengan pemandangan yang indah. Buah bakau juga bisa dijadikan sumber pangan seperti emping, dodol, juga sirup.
Namun, kini hutan mangrove kondisinya sangat memprihatinkan sekali. Banyak yang sengaja dirusak atau ditebangi untuk areal pembangunan rumah mewah, dan akibat dari perilaku sebagian manusia-manusia bodoh yang tidak mengerti keseimbangan alam akan berubah dengan dirusaknya hutan bakau yang berakibat mendatangkan malapetaka bagi penduduk yang bermukim di daerah pesisir pantai. Dan kini segala bencana mulai menggilas negara-negera kepulauan seperti Indonesia, terjadinya pemanasan global, banyak pulau kecil yang tenggelam, daerah pesisir pantai terendam banjir akibat air pasang laut , yang semuanya adalah contoh bencana yang terbentang di depan mata.
Jika hutan mangrove tidak segera di reboisasi secepatnya dan dijaga kelestariannya, maka tunggulah saatnya negara kepulauan Indonesia tinggal kenangan sejarah yang terhapus dari peta dunia.

Terumbu Karang

Terumbu Karang merupakan salah satu komponen utama sumber daya pesisir dan laut utama, disamping hutan mangrove dan padang lamun. Terumbu karang merupakan kumpulan fauna laut yang berkumpul menjadi satu membentuk terumbu. Struktur tubuh karang banyak terdiri atas kalsium dan karbon. Hewan ini hidup dengan memakan berbagai mikro organisme yang hidup melayang di kolom perairan laut.

Terumbu karang dan segala kehidupan yang ada didalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya. Diperkirakan luas terumbu karang yang terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km2, yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat Indonesia sampai Kawasan Timur Indonesia (Walters, 1994 dalam Suharsono, 1998).

Indonesia merupakan tempat bagi sekitar 1/8 dari terumbu karang Dunia (Cesar 1997) dan merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman biota perairan dibanding dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya.

Terumbu karang mengandung berbagai manfaat yang sangat besar dan beragam, baik secara ekologi maupun ekonomi. Menurut Cesar (1997) estimasi jenis manfaat yang terkandung dalam terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung.

Manfaat dari terumbu karang yang langsung dapat dimanfaatkan oleh manusia adalah pemanfaatan sumber daya ikan, batu karang, pariwisata, penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya yang terkandung di dalamnya. Sedangkan yang termasuk dalam pemanfaatan tidak langsung adalah seperti fungsi terumbu karang sebagai penahan abrasi pantai, keanekaragaman hayati dan lain sebagainya.

* 1 Indo-Pasifik
o 1.1 Terumbu Reef
o 1.2 Karang Coral
o 1.3 Karang terumbu
o 1.4 Terumbu karang
* 2 Jenis-jenis terumbu karang
o 2.1 1. Terumbu karang tepi (fringing reefs)
o 2.2 2. Terumbu karang penghalang (barrier reefs)
o 2.3 3. Terumbu karang cincin (atolls)
o 2.4 4. Terumbu karang datar/Gosong terumbu (patch reefs)
* 3 Zonasi terumbu karang
o 3.1 Windward reef (terumbu yang menghadap angin)
o 3.2 Leeward reef (terumbu yang membelakangi angin)

Indo-Pasifik

Regional Indo-Pasifik terbentang mulai dari Indonesia sampai ke Polinesia dan Australia lalu ke bagian barat ialah Samudera Pasifik sampai Afrika Timur. Regional ini merupakan bentangan terumbu karang yang terbesar dan terkaya dalam hal jumlah spesies karang, ikan, dan moluska.

Berdasarkan bentuk dan hubungan perbatasan tumbuhnya terumbu karang dengan daratan (land masses) terdapat tiga klasifikasi terumbu karang atau yang sampai sekarang masih secara luas dipergunakan.

Terumbu Reef

Endapan masif batu kapur (limestone), terutama kalsium karbonat (CaCO3), yang utamanya dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain yang mensekresi kapur, seperti alga berkapur dan moluska. Konstruksi batu kapur biogenis yang menjadi struktur dasar suatu ekosistem pesisir. Dalam dunia navigasi laut, terumbu adalah punggungan laut yang terbentuk oleh batu karang atau pasir di dekat permukaan air.

[sunting] Karang Coral

Disebut juga karang batu (stony coral), yaitu hewan dari Ordo Scleractinia, yang mampu mensekresi CaCO3. Hewan karang tunggal umumnya disebut polip.

[sunting] Karang terumbu

Pembangun utama struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang hermatipik (hermatypic coral) atau karang lunak, berbeda dengan batu karang (rock), yang merupakan benda mati.

[sunting] Terumbu karang

Ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur (CaCO3) khususnya jenis­jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenis­jenis moluska, krustasea, ekhinodermata, polikhaeta, porifera, dan tunikata serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenis plankton dan jenis-jenis nekton

Jenis-jenis terumbu karang

1. Terumbu karang tepi (fringing reefs)

Terumbu karang tepi atau karang penerus berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal. Contoh: Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).
2. Terumbu karang penghalang (barrier reefs)

Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar 0.5­2 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus. Contoh: Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah).

[sunting] 3. Terumbu karang cincin (atolls)

Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau­pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan. Menurut Darwin, terumbu karang cincin merupakan proses lanjutan dari terumbu karang penghalang, dengan kedalaman rata-rata 45 meter. Contoh: Taka Bone Rate (Sulawesi), Maratua (Kalimantan Selatan), Pulau Dana (NTT), Mapia (Papua)

4. Terumbu karang datar/Gosong terumbu (patch reefs)

Gosong terumbu (patch reefs), terkadang disebut juga sebagai pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal. Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu (Aceh)

Zonasi terumbu karang

Windward reef (terumbu yang menghadap angin)

Windward merupakan sisi yang menghadap arah datangnya angin. Zona ini diawali oleh reef slope atau lereng terumbu yang menghadap ke arah laut lepas. Di reef slope, kehidupan karang melimpah pada kedalaman sekitar 50 meter dan umumnya didominasi oleh karang lunak. Namun, pada kedalaman sekitar 15 meter sering terdapat teras terumbu atau reef front yang memiliki kelimpahan karang keras yang cukup tinggi dan karang tumbuh dengan subur.

Mengarah ke dataran pulau atau gosong terumbu (patch reef), di bagian atas reef front terdapat penutupan alga koralin yang cukup luas di punggungan bukit terumbu tempat pengaruh gelombang yang kuat. Daerah ini disebut sebagai pematang alga atau algal ridge. Akhirnya zona windward diakhiri oleh rataan terumbu (reef flat) yang sangat dangkal.

Leeward reef (terumbu yang membelakangi angin)

Leeward merupakan sisi yang membelakangi arah datangnya angin. Zona ini umumnya memiliki hamparan terumbu karang yang lebih sempit daripada windward reef dan memiliki bentangan goba (lagoon) yang cukup lebar. Kedalaman goba biasanya kurang dari 50 meter, namun kondisinya kurang ideal untuk pertumbuhan karang karena kombinasi faktor gelombang dan sirkulasi air yang lemah serta sedimentasi yang lebih besar.

Rabu, 15 April 2009

76 Tahun

Pada tanggal 24 Maret 2009 lalu, tepatnya hari jumat, tanggul Situ Gintung akhirnya hancur setelah 76 tahun. Kejadian tersebut terjadi kurang lebih pukul 05.00 pagi, sebenarnya masyarakat sekitar sudah memprediksikan bahwa tanggul akan hancur, tetapi mungkin tidak semua pihak mensosialisasikan informasi tersebut secara benar sehingga jumlah korban jiwa sangat banyak.

Daerah Cirendeu disekitar danau tersebut habis terkena air yang diakibatkan oleh hancurnya tanggul tersebut, masyarakat sekitar kehilangan harta benda nya, termasuka keluarganya yang kurang beruntung dan tidak selamat dari bencana tersebut.

Tanggul Situ Gintung, pertama kali dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda saat masih menjajah Indonesia. Hal tersebut sebenarnya sangat berguna, tetapi sayang pemerintah Indonesia tidak pernah memperbaiki atau memperbaharui tanggul tersebut. Padahal, danau itu sudah menjadi sebuah sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan masyarakat sekitarnya, selain sikap pemerintah yang kurang peduli dengan keadaannya, masyarakat sekitar pun sebenarnya juga kurang memperhatikan keadaannya.

Pemanfaatan sumber daya yang kurang bertanggung jawab pelan – pelan merusak kondisi SDA tersebut.

Selain pemanfaatan yang kurang bertanggung jawab, ada penyebab lain yang mengakibatkan tanggul jebol. Yaitu seperti tingginya curah hujan yang mengakibatkan meningginya ketinggian air di Situ Gintung, kemudian karena perawatan yang dilakukan sangat minim serta sederhana sehingga akhirnya tanggul Situ Gintung pun hancur.

Keadaan tanah yang seharusnya disekitar danau tidak dijadikan tempat tinggal juga menjadi salah satu penyebab menigginya air, karena dengan adanya perumahan – perumahan di sekitarnya, kemampuan tanah untuk menyerap air pun berkurang sehingga tidak dapat menahan air yang ada.

Ramiz Diwankara A

XISI-25